okt dog budibadabadu: 03/01/2005 - 04/01/2005

Wednesday, March 30, 2005

::: are you up there, somewhere over the rainbow?


“With insomnia, nothing’s real. Everything’s far away. Everything’s a copy of a copy of a copy.”
—Edward Norton in Fight Club. David Fincher, USA, 1999.

Ngetik SMS sambil setengah-sadar-setengah-tidur ternyata cukup berisiko. Bisa nyasar ke nomor yang tidak seharusnya.

Tapi saya baru ingat, Tuhan tidak punya nomor HP. Mungkin saya akan mencari alamat e-mail-Nya saja.



* * *

Tuesday, March 29, 2005

::: selasahahaha


jam dua pagi! dan saya belum apa-apa!

[1] "I'm the joke. I'm it! It was you. It was you!" [Martin Amis. Money: A Suicide Note. 1984]
Menulis script komedi di kala suasana hati sedang galau dengan deadline tersenyum mengejek di depan mata, TERNYATA sama susahnya dengan membaca novel Dostoevsky di atas roller coaster yang sedang melaju kencang di pasar malam.

[2] "Stereotypes is lookin’ for you/ Stereotypes starts killing you…"
Track Dead Department of Dark Disco TERNYATA tidak sesampah yang saya kira. Lama-lama enak juga. Apalagi vokalnya yang ngisi, ehm ehm… *low profile mode ON* Tapi "Flobble and the Bottle" tetap saja pilihan yang bodoh untuk nama sebuah band/duo. Mumpung salah satu personelnya lagi ke Afrika, saya mau ganti aja namanya, haha. Tapi enaknya apa ya?

[3] Trivia Quiz: "Tebakan apa yang tidak bisa ditebak?"
Jawaban ditulis di selembar kartu pos, dikirim ke PT Badu Films, Jalan Kebahagiaan No. 1, Kompleks Timbuktu Permai. Atau ditulis langsung di kanal comments blog budibadabadu. Hadiah: menggiurkan.


[4] The Asphalt Jungle [John Huston, USA, 1950] b/w. 112m.

Producer: Arthur Hornblow Jr.; Screenwriter: Ben Maddow, John Huston; Stars: Sterling Hayden, Louis Calhern, Jean Hagen, James Whitmore, Sam Jaffe, John McIntire, Marc Lawrence, Marilyn Monroe; MPAA Rating: NR

Maksain nonton film-noir malam-malam dengan mata lelah setelah kena angin seharian TERNYATA sama dengan nostalgia masa kecil ketika Bunda membacakan dongeng sebelum tidur: kau tak akan pernah nyampe endingnya. Zzzz...

[5] "JANGAN DITERIMA BILA KEMASAN RUSAK"
Boil noodles into 400 cc (2 glasses) of briskly water and simmer for 3 minutes. Pour the seasoning, vegetable oil, and chili powder on a bowl, while noodles is being cooked. Pour the cooked noodles together with the soup into the bowl. Mix well with all of the seasoning. Your delicious noodles is ready to be served.

Pengennya masak yang simpel aja yang TERNYATA sia-sia. Semuanya sudah siap santap ketika tanggal best before-nya baru terbaca: 26 Desember 2004.


* * *

hey. jangan-jangan hidup hanya persoalan "ternyata-ternyata".
(terdiam sejenak. pura-puranya merenung.)

oh, tidak. tidak "hanya", sebab yang namanya USAHA harus tetap ada, bukan?

selamat hari selasa!




* * *

Monday, March 28, 2005

::: beberapa kalimat yang masih melekat


Saya masih saja asyik mengikuti the greatest show on earth itu. Ini sudah episode keberapa, Bung? Tidak penting, sebab bagaimana pun juga Life must go on. Bung Sang Maha Sutradara masih menunjukkan kelasnya. Twist-nya seringkali edan. Rapih, dan mengejutkan. Beberapa kalimat yang sempat terekam oleh memori saya—seorang penonton sekaligus pemain—atas sebuah Skenario Agung berjudul Kehidupan, episode minggu kemarin:


"Mas Bud, aku sesuk ultah. Ojo lali nyelameti!"
(SMS tengah siang, dan saya balas tengah malam, mungkin lebih 1 menit.)


"Budi, mungkin waktunya gak tepat, tapi sebelum lupa aku harus bilang ini: Thank you for making me a better person."
(Saya keluar dari mobil, terhuyung-huyung masuk hotel.)


A: Kamu marah ya?
(terdiam sejenak)
B: Jangan pernah berani bertanya seperti itu lagi.


"Gue sengaja lupa ngebungkus. Emang anak SMA, pake bungkus berlapis-lapis?"
(Lantas selalu flashback ke sebuah scene Minggu pagi dengan secangkir kopi, jaket himpunan, dan 53% yakin dia belum mandi, "Kamu ngerasa ada yang aneh nggak dengan film Independence Day?")


C: Hey hey, nyante dong Bud!
(geraham mengatup, berarti tak ada tawa)
B: Lu aja yang nyante, gue nggak!


It’s not you, Buddle! Gue tau lu nggak butuh ini. Lu butuh sesuatu yang lain, dan gue nggak tau apa itu!
(ada basah menggarisi pipinya, sebelum mata saya mengabur lalu ambruk.)
Ketika saya siuman, dia masih ada di sana.


Eh Mas, saya baca lho, tulisan Mas yang di majalah film itu. Mas bersedia kan menjadi pembicara di acara kami?


File-file gue ilang semua. Script, proyek terjemahan, artikel-artikel lama, arsip resensi… Semuanya! Kayaknya ada yang lagi 'ngerjain' gue…
(Suara parau di telepon, dan entah kapan akan pulih.)


Wah, jadi ceritanya Bos ngasih bonus nih, terbang ke Jakarta untuk liburan musim panas?
Haha. Liburan? Beliau memungut kami dari jalanan.


"Halo? Bud? Halo? Lu lagi di mana? Kapan lu balik? Kata lu Banyu Biru gimana? Kok jelek ya? Gue butuh pendapat lu dalam 1 kalimat. Cepetan!"
(Buset. Ini roaming international, monyong! SMS aja kenapa?)
"Well, film seperti Banyu Biru TETAP harus dibuat."
(Message sent. Delivered.)
"OK. Katanya Slank itu band terbesar di Indonesia ya, Bud? Kata elo scoring di film itu asyik nggak?"
"Mungkin berusaha mirip Ry Cooder di Paris, Texas-nya Wim Wenders. Tapi tentu saja belum sebagus itu."
"Haha, gue baru ketemu Wenders kemarin. Cakep, gila!"
(Cakep? "Cakep", kali.)
Klik.


Lantai kilap dansa-dansi? Buset, ini inspiratif sekali. Bakal jadi alamat yang wajib gue kunjungi.

"Bahkan di Hungaria sendiri, DVD film itu nggak ada?"
"Di Amazon barusan ada kok, Bud."
The next "D and W picks", after À bout de souffle? :)


"I still feel sorry for him," Terry said.
"It sounds like a nightmare," Laura said. "But what exactly happened after he shot himself?"
F*ck you! How do I know? I left the conference.


Nyari CD apa, Mas?
Ada Procol Harum nggak? Yang album kedua.
(Lalu saya melihat wajah kamu di setiap keping CD itu. Kamu ada di mana-mana.)


"Ke makam. Kangen Nirmala."


Kita baru 3 lagu. Kamu bisa keluar kalo kamu nggak suka.
(Kamu? Sejak kapan elo manggil gue ‘kamu’?)
Yeah, and you’ll do it by yourself. The second track is crap.
No way! Dead Department of Dark Disco is the coolest song I’ve ever written!


Barangkali telah kuseka namamu/
dengan sol sepatu/
Seperti dalam perang yang lalu/
kauseka namaku/



Jangan jadi wartawan, Bud.
(Bangku lobby sebuah stasiun televisi. Gerimis sore yang ditembus. Setumpuk buku dan segenap perhatian lainnya.)


"Gilee, gw lagi party ama banci-banci sinting! Udah gak jelas mana cewek mana bukan…"

(Haha, SMS ini masuk ketika AC di ruang meeting itu mulai keterlaluan dinginnya. "Udah di-save revisi script-nya?")


Elo di mana?
(Suaranya lelah.)
Di depan elo.
(Dia celingukan.)
Di depan gue?
Di kiri elo.
OK, 1 teh botol.
(Cut to. Ext. Kantin – Night)
Artificial gap.
Ada lho, teknologi bernama AC.
Sori ganggu. Sori banget.
I shouldn't do this.


Sori, gue belum sempet ngoprek lagi.
Banyak project nih? Kaya dong?
Not really. Cuma perut jadi buncit.
"Tapi Pak!"


End! Wah, bakal ngupdate blog dong?
Senin, deh.


You’re not gonna make it. Lu akan terus kayak gini.
(Dia menutup mukanya.)
Masa depan lu bisa buruk.
Jadi gue harus gimana?
(Menghela napas.)
Make up your mind! I can’t believe it. My little girl turns into this. How come?
I hate you. I hate this.


"Bud, gue makan di Dark Vision. Ke sini aja, trus kita langsung pulang."
OK, 15 menit lagi. Macet di mana-mana.


That old saying, how you always kill the one you love, well, look, it works both ways.
Damn!
With a gun stuck in your mouth and the barrel of the gun between your teeth, you can only talk in vowels.
I know this because Tyler knows this.


"Lying is like alcoholism. You are always recovering."
Kamu selalu suka film-film dengan tema tertentu.
Kompleksitas individu.
Tema kebohongan.
Kepalsuan.
Memori? Kenangan?


Timbuktu itu di mana sih, Bud?
Timbuktu? Oh, itu di antara Timbukwan dan Timbuktri.
(mata indahnya melotot.)
Kamu!


"It was written that I should be loyal to the nightmares of my choice."
(Setidaknya gue SUDAH memilih.)



"Dog is God spelled backwards."




* * *

Saturday, March 26, 2005

::: weekend, not weakend


"Time is the best author, it always writes a perfect ending."
(Charlie Chaplin, in Limelight, 1952)

Saya HARUS bersemangat, bukan?

Tuesday, March 22, 2005

::: what is "lie", anyway? this is mine, now tell me yours.


Seorang kawan baik yang kini sedang menjelajah belantara Afrika untuk memunguti keping kesadarannya yang tercecer, baru saja mengirimi saya pepatah Senegal via e-mail, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris kira-kira berarti:


"Lies that build are better than truths that destroy."
Tercenung lama saya membacanya. Ini sudah hampir jam 4 pagi. Badan lelah bukan main, pikiran ini letih, tapi mata berpendar tak mau mengerti. Stamina yang nyaris ambruk. Lies that build? Kertas-kertas berserakan di meja. Di lantai yang kesat. Di kaca jendela yang berembun. Di tempurung kepala yang membatu. Truths that destroy? Sirup basi yang tumpah. Teks yang gagal, dan apel busuk yang berulat. Komputer yang terus nyala, dan keseimbangan hidup yang musti dijaga. Bung, rupanya saya sedang memahat perahu. Lantas kisah ini bergulir seperti narasi-narasi di film Eropa: lamban, "indah", dan tak pasti. Seperti pesawat kertas yang kau lipat dari ingatan masa kanak; terbang ringkih menuju langit. Mungkin kita memang bersandar pada angin. Yang tak hanya fana: teramat sering pula tak terduga.

Lamat-lamat, lagu itu lagi, "...other people'd turn around and laugh at you, if you said that these are the best days of our lives..." Tak ada gunanya mengutuk, toh dunia akan segera melupakan kita. Nah, rapikan anak rambutmu yang tipis dan merontok, sebelum kucium dengan tangkai bunga yang baru kusadari telah lama mati. Wangimu pun menguap entah ke mana.

Bung! Sungguh, saya pengen tidak mempercayai pepatah itu. Define 'destroy', then. Vanity is my favorite sin. Saya memilih tertawa.



* * *

Monday, March 21, 2005

::: bak bik book!


current movie: Who’s Afraid of Virginia Woolf?. (Mike Nichols, 1966.)
current music: “Cancion Mixteca”. (Ry Cooder, 1984)


Di majalah TIME lawas entah punya siapa, edisi November 1983, pada halaman sekian Badu menemukan petilan tulisan Orwell—ya, tentu saja maksudnya George Orwell, siapa lagi?—sebagai berikut:

“All writers are vain, selfish, and lazy, and at the very bottom of their motives there lies a mystery. Writing a book is a horrible, exhausting struggle, like a long bout of some painful illness. One would never undertake such a thing if one were not driven on by some demon whom one can neither resist nor understand. For all one knows that demon is simply the same instinct that makes a baby squall for attention. And yet it is also true that one can write nothing readable unless one constantly struggles to efface one’s own personality. Good prose is like windowpane.” [taken from Why I Write, by George Orwell, 1947]
Waah, apakah memang seperti itu? "Demon"? Waduh. "A baby squall for attention"? Hahaha. Benar, gitu? Entahlah. Jangan tanya saya, sebab saya belum pernah menulis buku. "Hah, jangankan nulis buku, Bud, ngupdate blog aja elu susah," begitu Badu selalu mengejek saya. Well, dalam hal ini saya harus mengaku kalah dari Badu. Saya jarang posting di blog ini. Jarang ngupdate. Jarang menyapa pembaca ["Emang ada yang baca?"]. Pokoknya jarang semuanya. Bahkan untuk urusan rukun tetangga, Badu yang turun tangan. Dia yang gentayangan mengintip blog-blog tetangga—istilah gagahnya: blogwalking—sambil ninggalin komen gak penting dan sapaan-sapaan "sing penting ngabsen" ala ABS [Asal Badu Sapa]. Nah, apalagi soal menulis buku. Saya kalah telak. Badu sudah pernah menerbitkan sendiri bukunya. Sejauh ini baru dua judul, memang. Tapi dua-duanya, katanya, national best-seller. Katanya resensinya muncul dimana-mana. Katanya lagi, cetak ulang berkali-kali. Sempet ganti desain cover segala.

"Aku hanya menulis tentang hal-hal yang aku suka saja," kata Badu sok cool, di sebuah wawancara radio atau acara launching buku. Padahal saya tahu betul, kesukaan Badu adalah pada hal-hal gak penting, gak mutu. Dan memang benar: buku pertamanya adalah buku saku tentang "tips-membuat-..." Yeah, buku-buku "how to..." gitu deh. Kata Badu, di jaman yang makin cepat, serba instan, dan terburu-buru seperti sekarang ini, khalayak lebih suka buku yang praktis-praktis.

Sementara buku keduanya, maunya lebih serius dan mendalam, yakni kajian atas sebuah genre film yang cukup populer, malah sempat dilarang beredar oleh pemerintah setempat. Alasannya: berpotensi merusak moral bangsa. Padahal maksudnya studi akademis berbau-bau riset ilmiah. "Masyarakat ternyata belum siap dengan pemikiran-pemikiran berani…" begitu Badu selalu berkomentar atas pemberangusan karyanya. Saya pura-pura nggak denger.

Dua buku itu, sayangnya, cuma terbit di Negeri Dongeng. Tapi kalo ada yang berminat, bisa nitip ke Bada. [Jangan ke Badu, nanti dia makin besar kepala! "Besar kepala daripada tiang," kata pepatah yang sudah direvisi.] Ya, ke Bada aja. Kebetulan, akhir bulan ini dia pulang ke Timbuktu, setelah berbulan-bulan backpacking ke Negeri Dongeng. Nah, siapa mau nitip? Judul dua buku itu: How to Make Your Own Kapak Perimbas; dan Analisis Struktur 3 Babak pada Skenario Film Bokep.


Jujur saja, saya males jika harus membuat review-nya.




* * *

Monday, March 14, 2005

::: senja itu, kepercayaan telah dihapuskan...


"I can't remember to forget you."
—Leonard Shelby, in Memento (Christopher Nolan, USA, 2000)

senja itu akan selalu saya ingat, dengan hati yang perih. ini bukan sepotong senja yang indah pada kartu pos bergambar bunga; ini adalah senja muram dalam kilatan belati yang menancap di dada kiri. darah rembes. nafas tertahan yang menyakitkan, dan keringat dingin yang membeku. juga senyum yang sekejap lenyap. tapi bukan jantung yang terkoyak—dia baik-baik saja, meski degupnya kini puluhan kali lebih cepat. yang robek, terluka, dan tampaknya akan susah sekali sembuh, adalah: kepercayaan. jantung sudah ada di badan kita, melekat tanpa diminta. sementara kepercayaan, tidak. dia bukan sejenis hadiah dari langit yang taken for granted. kepercayaan dipupuk pelan-pelan, dalam kurun waktu tahunan, dalam kesunyian yang mencekik, dan keriuhan yang seringkali tak beralasan. kepercayaan mensyaratkan kesabaran, ambang batas gila yang susah payah ditekan, juga berdarah-darah dalam arti harfiah. dan sebaris doa, tentunya—tapi kepada siapa, dan untuk siapa? dan, apakah didengarkan? dan, apakah dikabulkan? to trust is to suffer, it is like loving someone in the dark—who never answers. ketika bimbang melanda; resah datang mengetuk pintu, pembuluh hidung yang pecah dan batok kepala yang dihajar, gelap selalu meminta porsi lebih; maka saya bertanya-tanya dalam kesendirian yang pekat: ada apa ini? apa yang bakal terjadi? firasat buruk apa lagi? kenapa bayang-bayang itu muncul kembali, dalam intensitas ketegangan yang meninggi, dengan titik-titik surprise yang makin tersebar? batin berperang, tapi atas kibaran bendera apa? saya memilih tak peduli pun tidak salah, sebab apa pun yang saya lakukan toh selalu dihargai sebagai "mengekang". padahal, setidaknya itu bisa diartikan "menjaga"; sebab apa artinya "kebebasan" jika akhirnya "kebablasan"? hidup adalah persoalan konsekuensi. jadi, silakan. tapi jika mimpi-mimpi buruk itu harus menjadi kenyataan; please, Bung Yang Di Atas Sana: jangan yang satu itu. jangan. sudah terlalu banyak contoh pahit yang sempurna, dan bahwa ternyata masih ada (!) yang tidak belajar darinya merupakan kenyataan yang sangat menyedihkan. atau sekalian pembelajaran dosis tinggi dalam sekali resep? boleh boleh, jika mau membayar mahal [yakni sebesar Rp. YourEntireLife,- sajah!] di apotek sebelah. jika segala doa saya atas kebimbangan itu selama ini [perihal APAKAH-IYA-atau-APAKAH-BUKAN-dan-tolong-tunjukkan-segera] ternyata didengarkan dan dikabulkan, saya tak pernah menyangka akan secepat itu Yang-Maha-Sangat menjawabnya. dan BUKAN dengan cara ini. bukan. it hurts. it hurts too much. betapa cepatnya orang berubah. betapa lekasnya mimpi terkubur. betapa terburu-burunya harapan itu pamit pergi, dan takkan pernah kembali. jika saja Lacuna, Inc. benar-benar ada, saya akan ambil nomor pertama di pagi buta. saya akan menukarnya dengan apa saja, untuk bisa melupa. aku melupa, maka aku ada? bleh! tapi batas itu memang tak pernah ada, kecuali kita sendiri menciptanya. dalam larut malam yang sepi, kesadaran penuh yang sunyi, lampu kamar yang temaram, dan lamat-lamat bisikan illahi. adakah kau mendengarnya? pernahkah kau bertanya pada diri sendiri, dan berani menjawabnya? pepatah usang trust-no-one kembali saya jejalkan di kepala sendiri. jika ternyata saya tidak kuasa lagi menatapnya di kemudian hari, posting ini bisa dengan amat-sangat-gampang-dan-cepat-sekali saya hapus dari sini. tapi kenangan pahit atas kepercayaan yang terluka, tidak semudah itu bisa dilenyapkan. saya telah kehilangan kata-kata untuk kembali berdoa.


* * *

Wednesday, March 09, 2005

::: the greatest show on earth called Life



FADE IN.

INT. FLOBBLE's - NIGHT

BUDI
Gosh. I'm not into this.

BADA (v.o.)
But you have to be.
FADE OUT.

Sunday, March 06, 2005

::: flaming neverland


Mia: "You don't look so happy."
Antonius Block: "No."

Mia: "Are you tired?"
Antonius Block:
"Yes. I have boring company."

Mia: "You mean your squire?"
Antonius Block: "No, not him."
Mia: "Who do you mean, then?"
Antonius Block: "Myself."


[Det Sjunde inseglet. Ingmar Bergman, Sweden, 1957]

...

it’s 4 a.m., and you’re wide awake—palms sweaty, heart racing. you’re worried about your future. your aging parents. your account. your health. your life. your after life. breathing evenly beside you—sometimes behind you, sometimes not around you—your doppelganger is oblivious. doesn’t he see the dangers that lurk in every single shadow? he must not. otherwise, how could he, with all that’s going on in the world, have talked so calmly at dinner last night about flying to neverland for a fahkkin vacation?

so your bada is a bullsh*t, then.



*inspired by an article, maybe somewhere in TIME medio 2002...

* * *

Saturday, March 05, 2005

::: whose today is it anyway?


terompet pawai dan kembang api. you name it. this saturday is a satireday. badu understands anyway, and just tells me it's okay. dia menepuk bahu saya dari belakang—saya menghargai sebentuk usahanya itu—lalu kami melangkah menuju garasi, ber-jam session satu lagu the kinks yang selama ini kami sukai:

...

and now survival is my only aim.
i call friends and see if any remain.
who was that girl who used to be my flame?
i'd call her if i could remember her name.

so today is gonna be a good day,
today has got to be a good day,
today is gonna be a good day,
good day, good day, good day, good day...

...

hey writer almighty, ini versi kami, ini interpretasi kami! dinding garasi mulai bergetar. lantai berderak-derak, tetangga mulai berteriak, dan kami tidak peduli. mereka tidak tahu, dan memang tidak perlu tahu, bahwa di kepala kami saat ini lebih bermain satu lagu slank dari entah album keberapa, "bimbim, bimbim jangan menangis..." berulang-ulang. berulang-ulang. time is the best author, isn't it? geraham mengatup dan rahang yang mengeras. so there will be an always happy ending, right? serak. serak. ini paket senyum paling mutakhir. palsunya 100% asli. badu memakainya. badu bernyanyi.

saya berusaha mencegahnya, tapi ada sesuatu yang membuat suara saya tercekat.

* * *

Tuesday, March 01, 2005

::: saya tersesat, bisa tolong antarkan saya ke Jl. Kebahagiaan No. 1?


Andy Kaufman: You don't know the real me.
Lynne Margulies: There isn't a real you.
Andy Kaufman: Oh yeah, I forgot.

Man on the Moon. Milos Forman, US, 1999. Betapa miripnya, dengan...

* * *