Friday, March 24, 2006
Wednesday, March 15, 2006
::: how to be a psychopath in 4 weeks
kineruku Monthly Screening, March - April 2006
Genre sinema psychological thriller sejatinya adalah suatu bentuk seni tersendiri, yang terfokus pada ketrampilan mengolah rasa tercekam. Seni itu makin ditinggalkan, ketika film-film dengan label genre tersebut kini justru memberi porsi lebih pada sensasi kengerian yang vulgar: darah muncrat, daging terburai, musik latar yang berlebihan, dan twisted ending yang kian terasa usang.
kineruku, dalam program kali ini, menyajikan beberapa film yang mewakili harta karun sesungguhnya dari kekayaan genre tersebut. Film M garapan Fritz Lang adalah film pertama yang mengangkat karakter paedofil sekaligus pembunuh berantai sebagai tokoh utamanya. Psycho, salah satu mahakarya Alfred Hitchcok, merupakan contoh brilian tentang bagaimana cara mengemas film psychological thriller yang baik dan benar. With A Friend Like Harry... adalah lelucon sinis Dominik Moll atas sisi gelap kehidupan seorang psikopat. Michael Haneke, melalui Funny Games, menawarkan pandangan postmodern yang mempertanyakan kembali seluruh kaidah genre tersebut.
Selamat menjadi psikopat di minggu keempat.
[Ariani Darmawan, Budi Warsito, Tumpal Tampubolon]
Film Programmer kineruku
SELENGKAPNYA LIHAT DI SINI.
* * *
Sunday, March 12, 2006
::: Hari Ini Pak Pos Tak Mampir Ke Timbuktu
Neverland, 8 Maret 2006
Dear Budi,
Rasanya jarang banget aku manggil kamu "Dear" [kalo "Bear" sih sering, karena tampang kamu memang mirip beruang]. Tapi lebih jarang lagi: aku menulis surat! Seingatku, terakhir kali aku menulis surat, itu… ehmm, mungkin sekitar 18 tahun yang lalu. Kalo nggak salah, itu surat untuk Paman Kikuk di desa. Menanyakan kabar sapi-sapinya, apakah sudah ada yang melahirkan. Basa-basi sih, karena tujuan utamaku pengen ngasih sinyal-sinyal ke Paman bahwa aku naksir sepeda kumbangnya: siapa tahu beliau mau mewariskannya kepadaku kelak suatu hari nanti. Sayang, sebelum Paman Kikuk menangkap maksud itu, beliau keburu meninggal kecemplung sumur. Lebih sayang lagi, sepedanya juga ikut nyungsep ke dalamnya. Kamu inget nggak, aku langsung bikin pantun waktu itu:
Kalo ada sumur di ladang,
boleh kita menumpang mandi.
Kalo di sumur ada sepeda kumbang,
boleh nggak sih aku miliki?
Tapi waktu kusodorkan pantun itu ke Ibu, aku malah dijewer. Well, mungkin bukan waktu yang tepat, sebab orang-orang masih menangis di pemakaman, sementara di kepalaku malah tersusun pantun jenaka. [Ibu menyebutnya "pantun celaka". Sungguh aku nggak tau kenapa.]
Hmm, kok aku malah cerita tentang Paman Kikuk ya, di surat ini? Oh, mungkin karena aku mau cerita soal Paman kita yang lain, yaitu Paman Oscar. Dia kemarin nanyain kamu lho Bud. Umurnya sekarang sudah 78 tahun. Tapi kayaknya dia bakal berumur panjang, sebab dia rajin berolahraga dan hanya makan sayur-sayuran seperlunya. Yang lucu, waktu perayaannya, seperti biasa, orang-orang perfilman maju ke depan nerima piala dan ngasih sepatah dua patah kata [biasanya sih ucapan-terima-kasih-yang-klise-abis itu], Paman Oscar malah berbisik ke aku, "Budi mana, kok nggak dateng?" Aku membetulkan letak dasi kupu-kupuku [yak betul, aku harus pake tuxedo malam itu! Rasanya aneh sekali. I hate tuxedos!], kemudian aku menjawab sepintas lalu: "Budi mah sok sibuk, Paman."
Yang terjadi sungguh di luar dugaan: mendengar jawabanku itu, Paman Oscar tertawa terpingkal-pingkal, perutnya terguncang-guncang, sampai hampir terguling dari kursinya. Aku sempat khawatir dengan usia senja dan tulang keroposnya, tapi ingatan bahwa dia dulu seorang pegulat membuatku sedikit tenang. Jatuh terguling pun rasanya tak akan membuatnya tewas, kecuali jika Bung-Yang-Di-Atas-Sana lagi iseng lalu mencabut nyawanya. "Budi sibuk? Ha ha ha!!!" Di pipinya yang berkeriput mulai berlinangan air mata. "BU…DI… SI…BUK…!!! HA… HA… HA…!!!" Suara tertawanya keras sekali, riuh menggema, seperti ketawa Pak Puyeng tempo hari. Rasanya aku mulai melihat beberapa aktor menoleh ke arah kami. Aku tidak ingat siapa saja. Yang jelas, Joaquin Phoenix melirik kesal dengan tatapan mata elangnya yang maut, plus cekungan luka di bibirnya yang legendaris itu: damn of his lips!
Dan Paman Oscar masih saja giat tertawa. Seketika aku menyesal, tau gini aku jadi pelawak, sebab dengan satu kalimat saja aku sudah bisa bikin orang tertawa sampai segitunya. Tapi aku langsung ingat kamu, the object of our
Jangan cemberut gitu dong Bud. Ayolah, akui saja. Kamu memang sok sibuk kan? Waktu acara perayaan Paman Oscar itu, kamu lagi meeting seharian, ngebut mengetik di tempat, skrip-program-televisi-kejar-tayang-rating-tinggi itu kan? Juga deadline artikel-artikel lain itu kan? Kenapa sih harus menulis di mana-mana dengan banyak nama samaran? Dan kewajiban-kewajiban akademik. Ouch. Sibuk sibuk sibuk. Berkali-kali aku SMS kamu [astaga, ini kok kayak lirik lagunya Slank], tapi kamu nggak jawab. Aku telepon, nggak diangkat. Malah dimatiin. Sombong betul. Agaknya kamu lupa pesan Nenek di kampung ya: "Sombong awal bencana". [Pertanyaan penting: Do you really enjoy it? No, not the "sombong", dudul. I mean the job!]
Setelah derai-derai tawanya sedikit mereda, Paman Oscar kemudian bertanya, "Si Budi masih harus mendengarkan lagu-lagu The Deadlines ya?" Aku mengangguk, "Iya Paman. Kata vokalisnya sih, ‘Tenang Bud, ini lagu terakhir kami kok’. Lalu gitar kembali meraung-raung. Dan mereka selalu bohong. Selalu ada lagu lagi, lagi, dan lagi. Kasihan Budi, Paman. Tapi memang begitulah hidup itu, bukan? Hidup adalah sederet kewajiban. Menyebalkan. Bahkan kata Kurt Vonnegut, hidup adalah seperiuk tai."
Paman Oscar tampaknya tidak tertarik dengan gelagatku mengarahkan perbincangan menuju filosofi hidup dan hal-hal semacamnya. Dia malah mengomentari The Deadlines sialan itu. "Sebenarnya, mereka itu band yang bagus," lanjut Paman Oscar, "dari dulu Paman pengen mengundang mereka tampil live di perayaan Paman. Tapi manajemen mereka selalu menolak dengan alasan yang sama: Maaf, band kami sedang sibuk di studio, lagi banyak deadline."
Dan aku hanya bisa bilang, "Band yang aneh."
Lalu Paman Oscar bangkit dari kursinya, pamit untuk melanjutkan acaranya. Dia menyapa tamu-tamunya, yang tampil dengan busana-busana mewah pinjaman rancangan desainer terkemuka. Keira Knightley datang dengan gaun tafeta rancangan Vera Wang. Rachel Weisz mengenakan gaun rancangan Narcisco Rodriguez. Nicole Kidman memilih gaun bordir Balenciaga. Sementara aku, datang dengan tuxedo sialan ini, itu pun pinjaman paksa dari si Bada. Aku kesepian di tengah keramaian. Manekin-manekin itu. Lampu sorot. Layar lebar. Musik megah. Sialan, mereka bahkan dibayar untuk itu. Perayaan diri. The Oscar show is Hollywood’s orgy of self-congratulation. Tepuk tangan. Senyum palsu. Lalu aku sibuk meng-SMS kamu. Dan kamu tidak membalas. Asu.
Nah, Tuan Sok Sibuk Nan Sombong, kali ini kamu pasti menyesal, tidak sempat melihat orang-orang di balik film dokumenter favorit kamu [simply hanya karena kamu suka jenis burung yang ada di situ], March of the Penguins, maju ke depan menerima piala, lalu berkata di depan podium: "Looking at all the tuxedos here tonight, it feels like we’re watching the film all over again." Hahaha, good joke, isn’t it? Dan aku menjadi sedikit nyaman dengan tuxedo sialan ini. Haha, aku serasa penguin. Nguk! Nguk! [Eh, ada yang tau gimana suara penguin?]
Ngomong-ngomong soal penguin, Bud, inget nggak, teman kita Pepeng si Penguin dari Kutub Selatan? Aku baca di milis duniasatwa, dia ikut pertukaran budaya dengan satwa dari kutub seberang. Dengan Aang si Beruang Es dari Kutub Utara. Tapi yang terjadi kemudian adalah musibah: entah karena culture-shock ataukah homesick akut, keduanya mati di kutub rantau. Dunia margasatwa berkabung. Setelah dipulangkan ke kutub asal masing-masing, mereka dimakamkan sesuai kepercayaan masing-masing. Jenazah Pepeng si penguin diperabukan, lalu abunya disebar di udara. Aku tak kuat menahan air mata waktu itu. Bersedih? Nggak. Mataku kelilipan abunya... Sementara itu, Aang si beruang es dikubur dengan nisan mewah bertahtakan berlian [ditilik dari nama spesiesnya, keluarga Aang memang berduit banyak]. Tidak hanya itu, nisan itu berukirkan nama sesuai permintaan almarhum: Beruang S. Tercapai sudah cita-citanya supaya namanya mirip sang idola, Benyamin S.
Ah, aku ngelantur ke mana-mana. Balik lagi ke perayaan Paman Oscar. Yang paling menarik dari pesta kali ini adalah… Bukan. Bukan kemenangan film Crash sebagai Best Picture [yang dengan sialan menumbangkan jagoanku Good Night, and Good Luck]. Bukan juga bahwa Ang Lee menjadi Best Director dengan pidato-kemenangan-yang-begitu-begitu saja. Bukan, bukan itu. Yang menarik justru… fakta bahwa Felicity Huffman kalah di kategori Best Actress!!! Aku kecewa. Sangat kecewa. [Kalo Philip Seymour Hoffman menang di Best Actor sih wajar. Bukankah dia memang aktor yang mumpuni? Capote-nya sungguh memikat. Ingat bagaimana dia steal the scene di film Punch Drunk Love? Atau di peran-kecil-tapi-mengharukan di Boogie Nights? Atau di Flawless? The Big Lebowski? Talented Mr. Ripley? SEMUANYA!!! He's really grreatt.]
Eh Buddy Bear, kamu mau tau alasan kenapa aku sedih Felicity Huffman kalah? Karena: satu peluang mencetak rekor jadi lewat begitu saja! Coba bayangkan. Kalo Felicity Huffman menang juga [dan rasanya dia pantas menang, perannya di Transamerica keren!] maka: pasangan Aktor-Aktris Terbaik adalah… Hoffman-Huffman. Lihat, CUMA BEDA 1 HURUF!!! Astaga!!! Dan ini bisa jadi rekor tersendiri di sejarah Oscar! [Ingat lho Bud, rekor di OSCAR, bukan "rekor" di MURI, alias Museum Ra Mutu Indonesia—karena memang suka nggak penting dan nggak mutu.]
Mari berandai-andai. Jika pasangan Hoffman-Huffman ini betul-betul terjadi, maka mereka sukses melangkahi catatan-catatan sebelumnya atas beberapa kejadian "aktor-dan-aktris-terbaik-dengan-nama-belakang-mirip" di ajang Paman Oscar. Sepengamatanku, JARANG SEKALI itu terjadi. Paling cuma "kesamaan huruf depan." Misalnya, ini aku kutip dari buku harianku:
[1] Pada perayaan Paman Oscar tahun 1953, pasangan Aktor-Aktris Terbaik adalah William HOLDEN di film Stalag 17 dan Audrey HEPBURN di film Roman Holiday. Berarti, Holden-Hepburn.
[2] Pada tahun 1993, Tom HANKS di Philadelphia bergandengan dengan Holly HUNTER di The Piano. Berarti, Hanks-Hunter.
[3] Yang terakhir mungkin pada tahun 1999, ketika Kevin SPACEY di American Beauty bersanding dengan Hillary SWANK di Boys Don’t Cry. Berarti, Spacey-Swank.
Lihat, cuma sama huruf depannya doang. Tidak ada yang semirip Hoffman-Huffman! Kebayang kan sekarang, gimana kecewanya aku? Teganya, teganya, teganya...
Tapi sudahlah. Masih ada perayaan Paman Oscar berikutnya. Sudah kubilang tadi, Paman Oscar bakal berumur panjang. Tapi aku nggak janji bisa datang lagi ke perayaan-perayaan dia berikutnya. I never love the award, actually. Haha. Kecuali bakal ada rekor baru yang fantastik.
Rekor fantastik itu misalnya seperti ini: bayangkan aktor film nasional kita, Surya Saputra, akhirnya memutuskan untuk go international dengan berkarier di Hollywood. Lalu Nicholas Saputra menyusulnya, setelah menjalani operasi transeksual menjadi sungguh-sungguh perempuan bernama Nicole Saputra [aku yakin pasti hasilnya tetap cantik]. Lalu mereka berdua beradu akting sebagai pasangan [aktor dan aktris] di satu film lumayan bagus produksi Hollywood garapan sutradara… Hanny R. Saputra! [curriculum vitae: Virgin, 2004]. Hohoho, ladies and gentlemen, please welcome "Saputra-Saputra-Saputra"!!!
Lalu, lalu? Wess hewess hewess… Bablas magic-e! Keajaiban pun terjadi! Film kolaborasi mereka, bertema drama percintaan yang sangat panas, berhasil memborong piala Paman Oscar untuk beberapa kategori bergengsi: Best Picture, Best Director, Best Actor, Best Actress! Astaga! Kombinasi "Saputra-Saputra-Saputra" ini bakal menorehkan rekor unik yang rasanya bakal susah dikalahkan sampai beberapa abad ke depan! Oya, aku hampir lupa ngasih tau judul filmnya: Kamasaputra. I’ve told you, it’s a really hot movie…
Dan ajang Paman Oscar tidak akan pernah sama lagi.
Udah ah. Rasanya aku tidak pandai menulis surat yang panjang-panjang. Nah, bagaimana kalo udahan aja? Tolong surat ini dibalas ya. Jangan sok cuek lagi deh, kayak kemarin-kemarin. Yang ini HARUS dibalas! Sebab kalo nggak:
Jalan-jalan ke Ciputat,Alien! Alien! Dasar kamu alien!
jangan lupa beli duren.
Kalo nggak balas ini surat,
berarti kamu alien!
Dan ingat: aku tidak akan pernah membiarkan alien menguasai dunia. NEVER!
Salaam,
BADU.
* * *
NB: Hey dudul, kapan buku-buku karanganku bakal kamu kembalikan?
Wednesday, March 01, 2006
::: the most dangerous band on earth
Hari-hari berjalan cepat sekali, melesat bagai peluru. Di batok kepala saya sekarang, sedang bermain sebuah "band" heavy metal paling berisik di dunia. "Band" ini bikin saya panik, bikin saya cemas pada hari esok yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Dada deg-degan, kepala nyut-nyutan. Panik, panik, panik! Ayo, ayo, ayo! Kalender, jam, dan barang-barang yang berbau "penunjuk waktu" terlihat makin menyeramkan... Saya terganggu! "Band" ini penyebabnya. Namanya: THE DEADLINES.
ARRGGGHHHH, lagu mereka banyak sekali!!! Toloooong…
NB. "Band" ini tampaknya butuh manajer. Yang pintar bagi waktu, dan jago bikin schedule. Atau saya yang butuh?
*gambar dicomot tanpa ijin dari situs entah*
* * *