okt dog budibadabadu: 02/01/2005 - 03/01/2005

Thursday, February 24, 2005

::: badut-badut kota yang tidak lucu, tapi mengaku teman


"You want to do mankind a service? Tell FUNNIER jokes."
—kata alien kepada Woody Allen, di film Stardust Memories (1980).

Hari ini, well, MENJENGKELKAN SEKALI!
Semua tiba-tiba menjadi badut. Dan, oh oh, kau pikir setiap badut itu lucu? T-I-D-A-K. Menjengkelkan.. iya!

Maka,
Film Hari Ini (pelarian standar selain Timbuktu) adalah:
Ali: Fear Eats the Soul (Angst essen Seele auf) [dir. Rainer Werner Fassbinder, West Germany, 1974.]

Pertanyaan Badu (ini konsekuensi logis): Yakin kau bisa terhibur, Bud?
Prediksi jawaban: TIDAK.

(Pelajaran Moral Hari Ini: Tak ada salahnya mencoba.)

Bleh! Bleh! Bleh!
1000x.

(Si Badu jelek malah menyetel Pulp yang Mis-Shapes, ada lirik yang potensial memanas di kuping, "...revenge is gonna be so sweet..." Untung menutup kuping.)


* * *

Wednesday, February 16, 2005

::: in the mood for laugh


“Be happy in your work.”
—kata Colonel Saito di Bridge on the River Kwai [David Lean, UK, 1957], sementara Sid Vicious dari atas lemari (hey, sejak kapan kau duduk di situ, Bung?) terus menerus mengejek , “I’ve been only in love with a bottle and a mirror.” Saya bukan narsis!, meski Badu mungkin iya.

Bos, ini laporan saya hari ini. Saya taruh di meja Bos.


0.1.
FILM HARI INI
:

It’s All About Love [Thomas Vinterberg, 2004]. Now showing at Astor 20. Vinterberg [of Dogme95!] goes Hollywood? Well, jika kamu pikir "cinta" selalu berarti "kehangatan", kamu HARUS nonton film ini. Narasi ganjil, tanpa harus menjadi terlalu sinting—dan justru karena itu lebih mengganggu. Ini Big Apple, ini bulan Juli dan ini bersalju! (Jika Yth. Tuan Sapardi duduk di barisan penonton, mungkin dia lantas terpikir untuk menggubah puisi, "Salju Bulan Juli".) Sementara di Uganda, gravitasi lenyap entah kenapa, dan orang-orang mulai beterbangan. Tak masuk akal memang, tapi begitulah. Kehidupan yang dingin, gelap, membingungkan, tapi kamu tak tahu kepada siapa harus bertanya. Si cantik Elena (hey, same name with Cinema Paradiso!) berbisik gundah, "I sleep all the time. 17 hours a day. I don't want to live anymore." Ini film tetap mengasyikkan—dan ingat Bung, ini Vinterberg!—tetap wajib tonton, meski dengan ending yang berantakan. Dan menyesakkan. Mungkin scriptwriter-nya sendiri juga tak tahu harus gimana mengakhiri kisahnya. Selintas seperti: dia pamit ke belakang sebentar mengambil kopi, dan tak pernah kembali.

0.2.
LAGU HARI INI
:

I’m Just A Killer for Your Love [Blur, 1997]. Track ke-3 side B album ke-5 Blur. Vokal Damon Albarn diiringi musik komplotannya terdengar seperti salah satu track Beastie Boys yang disetel dengan kecepatan ngawur dalam gerakan slow-motion. Tentang kalimat mantra, "..I’m just a killer for your love.." yang diulang-ulang sebanyak 12 kali (ini Badu yang menghitungnya—kurang kerjaan—bukan saya!), seorang Peri Cantik dari negeri indah bernama Masa Lalu menyebutnya: “Bud, tidakkah ini sedikit—ya, sedikiiit, aja—mirip dengan single From A to B-nya Octopus?” Well, well, well.. with yet another blurred vocal, its nasty, titular mantra repeats like a threat. Ada baris yang saya suka, "…’cos now I know nothing will last, and I said, I'm just a killer for your love..." Menyimak lagu ini, semacam terbangun lega dari mimpi buruk yang mencekam, tapi setting kamarmu sudah terlanjur berubah mengikuti kisah mimpimu, dan Freddy Krueger telah menjadi Bapak Kost-mu. Blur have led me down a hell of a dark alley by now.

0.3.
BUKU HARI INI:
Night Train [Martin Amis, 1997]. Ini Martin Amis pertama saya dari toko buku itu (sekitar, limaratus-empat-puluh-delapan hari yang telah lewat) dan sempat ditentang oleh seorang kawan bernama Ego (hey, di KTP-nya memang Ego, dan tidak ada hubungannya dengan id dan superego—mbah Freud, silakan go to hell!). Narasi seorang Mike Hoolihan, dia polwan (ya, jika kamu lupa singkatan ini: Polisi Wanita), yang menangani kasus kematian—homicide or suicide, that’s the point—seorang Jennifer Rockwell, a beautiful young astrophysicist, Si-Nona-Sempurna, who, as the saying goes, "had it all." Dan Bu Polwan kita ini mengisahkan penyidikannya dalam narasi yang brilian, resah, dan patah.

Suicide is the night train, speeding your way to darkness. You won't get there so quick, not by natural means. You buy your ticket and you climb on board. That ticket costs everything you have.
Itu kiasan yang sempurna, menurut saya. Amis menulis novel ini dengan penuturan yang cerdas, dan apa boleh buat, sangat Chandleresque: sudut pandang tokoh utamanya benar-benar Philip Marlowe-like narration. Sementara penggambaran setting kotanya—yang kelihatan menjengkelkan dengan caranya sendiri, sehingga saya tidak yakin mampu bertahan hidup di sana—sedikit mengingatkan pada Gertrude Stein's Oakland: “There's no there.” Saya mantap memilih novel tipis ini atas sebuah alasan subjektif yang sentimentil:

There—finished. All gone.
(Last page: 149. Spoiler? Who cares!)

0.4.
OBROLAN HARI INI, MALAM ITU:

"What a night…" Ini diucapkan setidaknya 3 kali (ya, saya menghitungnya!) oleh Si-Suara-Merdu pada malam yang terhuyung-huyung itu. Chat beraroma alkohol dan derai-derai airmata (Betharia Sonata, silakan berbangga!), pada malam berkabut dengan remuk redam yang tertahan, gerimis-hampir-subuh yang sama sekali tidak romantik, dan saya mengingatnya. Atau setidaknya: berusaha keras mengingatnya. Tempurung kepala Badu yang retak di beberapa titik malah mencernanya sebagai 3 scene(s) yang sedikit mirip—atau kurang lebih mengingatkan—pada:


[1] menit ke-27 VCD bajakan film Memento (dan Nirmala tentunya) tapi disc-2 nya rusak, dan pemanas ruangan ngadat, sementara selimut sedang ada di laundry semua;
[2] beberapa film Wong Kar-wai, the dizzying Chungking Express or the hypnotizing In the Mood for Love—Badu said, “How could I be so fahkkin moved by a film that does not have a story?”—dan iya, itu OST-nya semoga-semoga-semoga bukan oleh Didi Kempot, apalagi kakaknya;
[3] sekaligus aura buku If on a Winter's Night a Traveller—novel yang amat sangat Badu yakini ditulis oleh alien, atau segerombolan alien feat. Italo Calvino.



* * *

Bos, ini teritori saya. Saya, saya, saya. S-A-Y-A. Jadi, hak saya untuk mengisinya dengan apa saja. Dan “apa-saja” bisa berarti: dengan balon ungu yang meletus tiba-tiba, dengan kata-kata sampah yang saya comot dari rak berdebu, dengan obrolan ribut penumpang kereta di kursi belakang saya, dengan pensil patah dari teman sebangku di sekolah dasar, dengan apapun. Atau bahkan: dengan kerikil tajam yang saya pungut dari jalan—geriginya melukai jari saya.

Tapi pembenaran serupa itu, sia-sia, ternyata:

Saya merindu hidup yang lebih tertib.
—“Bos, saya minta cuti.”

Klik.



Thursday, February 10, 2005

::: a sense of an ending

Death scenes are as delicate as orchids. Like death chemistry itself, they seem committed to the business of deterioration and decay. But my death scene has eternal youth. It still has the sash on the door. Do Not Cross. I cross.
(Night Train, a grrreatt novel by Martin Amis. Vintage, 1998, p.76)

Wednesday, February 09, 2005

::: bisa jadi ini cuma lagu lama yang tiba-tiba terdengar syahdu hanya karena di luar sedang gerimis dan rintiknya memukuli kaca jendela—juga hatiku..

(juga kenangan tentangmu: 4 tahun yang lalu)

"The death of the party/ Came as no surprise/ Why did we bother?/ Should have stayed away
Another night/ And I thought "Well, well.."/ Go to another party and hang myself/ Gently on the shelf.."
- Death Of a Party, Blur, 1997.

i.
Bada, how’s Neverland? You meet Nirmala?

ii.
You said her mood that day was what?
Normal. Cheerful. Typically cheerful.
Yeah, right. So after a typically cheerful day with her typically cheerful boyfriend, she waits until he leaves the house and then puts two bullets in her own head.
Two bullets?
Two fahkkin bullets. That surprises you?
Yes. Doesn't it surprise you, Mr. Know-It-All?


iii.
Haec est corpus. This is the body:
—Ini bukan scene dengan setting kamar mayat, sebab saya masih betah di kamar saya yang gerah. Tapi toh dia benar-benar di sana.

iv.
Dan mati. Ya. M-A-T-I.
Pulp once sang, "...if we get through this alive, i'll meet you next week, same place, same time..." Too bad we didn't. We never made it. We never got through this.. alive.

v.

At the funeral, no color guard, no twenty-one-gun salute, no bagpipes. There we all stood, with our dropped eyes and our shared defeat. We faced the grave, motionless, like painted wood. I looked again towards the sky, as the raindrops mixed with the tears I cried. And I imagined something happened: a woman fell out of a dark blue sky. She's an angel.

vi.
"Earth, receive the strangest guest."

* * *

in memoriam: NML. (1980-2001), ketika hari tak henti-hentinya berlari, ngaso-mu abadi...

Sunday, February 06, 2005

::: mbak marilyn!


“Gue suka film Some Like It Hot karena 3 hal:
lucu, Billy, dan… Marilyn.”
[kata seorang teman baik—dia minta namanya tidak disebutkan, astaga sok misterius banget sih—dalam sebuah obrolan minum kopi, tentang film Some Like It Hot, dir. Billy Wilder, USA, 1959.]


Beberapa hari yang lalu, di pojok salah satu rak toko buku keren milik seorang temen, saya menemukan buku biografi berjudul "Conversations with Marilyn".

Saya langsung ingat Badu. Saya tau hobinya mengoleksi biografi orang-orang terkenal yang dia kagumi. Di rumah pohonnya yang berantakan, bertumpuk buku-buku tentang Orson Welles, Charlie Chaplin, Woody Allen, Wim Wenders, Björk, Peter Sellers, John Huston, Thomas Alva Edison, Virginia Woolf, Vladimir Nabokov, Ernest Hemingway, Yukio Mishima, Martin Amis, Muhammad Ali, Bruce Lee, Marlon Brando, Brad Pitt, Sharon Stone, Jim Morrison, Andy Warhol, Asrul Sani, dll., dsb., dst., ...

Dan buku biografi yang baru saya temukan itu, tentu saja saya beli untuk Badu. Itung-itung sebagai hadiah, sebab di ulang tahunnya yang terakhir kemarin saya [sengaja] lupa memberinya kado.

Buku biografi tentang Marilyn. Yup, Marilyn. Marilyn yang itu..

Marilyn yang bintang film terkenal era ’50-an itu. Marilyn yang cantik, seksi, dan disukai banyak orang.

Marilyn yang berambut pirang—salah satu filmnya berjudul Gentlemen Prefer Blondes (1953)—dengan bibir merekah, dan tahi lalat di pipi kirinya. Kalau Badu di kanan. Dan nggak pirang... :p

Marilyn yang adegan rok berkibar-kibar di film Seven Year Itch (1955) amat sangat populer. Believe me deh guys, this famous "skirt blowing" scene is one of the most celebrated scenes in movie history!


Marilyn yang salah satunya filmnya, Some Like It Hot (1959), disebut-sebut sebagai salah satu film komedi terbaik sepanjang masa. Sutradaranya, Billy Wilder [yang juga membuat Sunset Blvd., 1950], adalah sutradara favorit Badu.

Marilyn yang potret wajahnya diolah warna-warni dan muncul di silkscreens karya Yth. Tuan Pop Art Andy Warhol—dan bukankah image ini begitu fenomenal, popular, dan abadi?

Marilyn yang muncul sebagai cover majalah Playboy edisi pertama, Desember 1953. Hugh Hefner belum memasang logo kelinci bertuxedo di sampul perdana majalahnya, yang kelak menjadi kerajaan bisnis raksasa.

Marilyn yang kisah hidupnya menjadi salah satu artikel di edisi pertama majalah Intisari, Agustus 1963, bersama 21 artikel lainnya. Hmm, duo P.K. Ojong-Jakob Oetama jeli juga memilih tema.

Marilyn yang film-filmnya disukai Bung Karno dan sering diputar di Istana. Ketika berkunjung ke Hollywood pada Mei 1956, Pemimpin Besar Revolusi bertemu langsung dengan idolanya di sebuah pesta. Marilyn yang tidak mengenal Bung Karno sebelumnya, salah menyebutnya "Pangeran" Soekarno.

Marilyn yang disukai John F. Kennedy. Mereka benar-benar "dekat". Pada Mei 1962, Marilyn bernyanyi "Happy Birthday" khusus untuk ulang tahun ke-45 Mr. President. Dan JFK adalah sahabat Soekarno. Ketiganya—ah, selera humor Tuhan memang aneh—kelak tewas dengan cara mengenaskan.

Marilyn yang Gemini, seperti halnya Soekarno dan JFK. Dan juga Badu. Wah!

Marilyn yang menggairahkan di film Niagara (1953)—pada sebuah adegan di film Cinema Paradiso (1988), anak-anak dan orang muda sebuah kota miskin Italia Selatan menatap aktingnya di layar bioskop dengan mata nanar dan air liur menetes.

Marilyn yang dengan sedih mengatakan, "Yang mencintaiku hanyalah mereka yang menontonku dari kursi belakang dan terangsang."

Marilyn yang nama depannya digabungkan dengan nama belakang seorang pembunuh keji berdarah dingin, dan Brian Warner pun sukses mencitrakan diri sebagai rockstar ganjil berjuluk Marilyn Manson.

Marilyn yang sosoknya dijadikan referensi Bob Kane [kreator komik superhero Batman] untuk menggambar karakter Vicky Vale. Dan Anda boleh menilai sendiri, apakah di film Batman (1989) Kim Basinger cukup mirip dengan Marilyn.

Marilyn yang namanya dikutip di film La Dolce Vita (1960) untuk dialog tentang diet. Dari nama salah satu karakter di film karya Fellini ini istilah "paparazzi" diambil. Sodara-sodara sidang pembaca yang terhormat, tidakkah Marilyn terlalu gemuk untuk ukuran seksi jaman sekarang?

Marilyn yang muncul di sampul album Beatles "Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band" (1967). Tengok kembali koleksi lama Anda, dan temukan yang mana.

Marilyn yang mengilhami seorang Mayangsari untuk di-make up dan berpose seperti dirinya di buku album kumpulan foto penyanyi asal Purwokerto itu. Judul buku itu: Mayang. Disulap jadi berambut pirang, bibir disetel sensual, plus tahi lalat palsu di pipi kiri, astaga... ini Mayangsari atau Marilynsari? Tapi maaf ya Bu, saya kok sama sekali tidak tertarik untuk mengoleksi…

Marilyn yang ditemukan meninggal karena menenggak terlalu banyak pil tidur. Bunuh diri? [Dugaan lain: dibunuh karena dekat dengan Kennedy. Ah, di dunia semacam ini, konspirasi memang tiada henti.] Dia tewas dengan tangan memegang pesawat telepon. Did she try to call God and say she would come?

Marilyn yang mengilhami seorang Elton John di tahun 1973 untuk menciptakan lagu “Candle in the Wind”. Di tahun 1997, Elton mengubah sedikit liriknya—dari ini menjadi ini—kemudian menyanyikannya untuk kematian sahabatnya, Princess Diana. Lagu lama versi baru ini laku keras, dan memecahkan rekor the best-selling single of all time sejagat raya. Adakah hubungan kematian seseorang dengan sukses komersial? Saya jadi inget tulisan Mas Kemplu.

Marilyn yang juga bahkan mengilhami seorang Jaja Miharja, untuk bernyanyi dengan gombalnya [atau beliau memang tipe pria setia?], "..biarpun Madonna cantik, Marilyn Monroe juga cantik, tetapi bagiku lebih cantik Nyaiii…"

Ya, ya, Marilyn yang itu.

Marilyn yang Monroe.


* * *

[Thanx buat Itbo, yang selalu menyediakan buku-buku keren untuk dikoleksi. Keep hunting, dude! Bagaimana kalo biografi Freddie Mercury dan/atau Queen?]