okt dog budibadabadu: 11/01/2004 - 12/01/2004

Tuesday, November 23, 2004

::: fever 103°


Saya tergeletak demam, Badu datang menjenguk. Sekeranjang apel, 2 kaleng soda, dan setengah lusin DVD. Juga sepucuk surat, isinya puisi. "Dari Bada," ujar Badu, "plus salam semoga lekas sehat."

YOU'RE

Clownlike, happiest on your hands,
Feet to the stars, and moon-skulled,
Gilled like a fish. A common-sense
Thumbs-down on the dodo's mode.
Wrapped up in yourself like a spool,
Trawling your dark as owls do.
Mute as a turnip from the Fourth
Of July to All Fool's Day,
O high-riser, my little loaf.

Vague as fog and looked for like mail.
Farther off than Australia.
Bent-backed Atlas, our travelled prawn.
Snug as a bud and at home
Like a sprat in a pickle jug.
A creel of eels, all ripples.
Jumpy as a Mexican bean.
Right, like a well-done sum.
A clean slate, with your own face on.

(Sylvia Plath, 1960)

Betapa saya kangen Bada. Sangat.

* * *

Friday, November 19, 2004

::: boonesque, ch. 47


Hari ini agak kesal karena:
1. Taggy-nya busuk, ngadat mulu dari kemaren. Mau diganti.
2. Masih flu, idung mèlèr mulu. Slêntrap-slêntrup. Obatnya kurang manjur.
3. Beberapa famili datang ke rumah tadi malam dan menanyakan hal-hal tidak perlu yang aku tidak suka.
4. Ntar sore balik ke Timbuktu, males banget kalo ketemu orang-orang di jalan menuju bandara.

5. Dan selalu hujan setiap aku berangkat.

Tapi tadi pagi waktu pergi ke kota beli koran, aku melewati 4 mobil merah berturut-turut yang berarti hari ini Hari Baik, jadi aku memutuskan untuk tidak bersedih.



Tuesday, November 16, 2004

::: mudiko ergo sum


Sebenarnya, apakah "m u d i k" itu? Apa? Mudiko ergo sum, "saya mudik maka saya ada", begitu? Pulang kampung, maka eksistensi menggelembung? Anda penjual bakso di sekitar Monas, yang mudik ke kampung halaman di kaki gunung dengan tas pinggang penuh uang, siap dibagi-bagikan pada sanak famili sampai habis tak bersisa tapi rasa bangga membuncah di dada? Anda scriptwriter sebuah variety-show-tayang-seminggu-sekali-dengan-rating-dan-share-lumayan, yang pulang ke dusun gersang kering kerontang, membagi-bagikan kartu nama lengkap-dengan-profesi-nomor HP-dan-alamat-email ke para tetangga yang tidak pernah menonton acara Anda karena bahkan antena paling tinggi pun tetap gagal menangkap siaran televisi swasta? Anda mantan kembang desa yang mengadu nasib di belantara ibukota bermodal kepolosan dan ijazah SMEA, yang mudik ke desa tertinggal dengan lipstick tebal, kuku kaki di-kutex, dan rambut model mutakhir warna pirang? Anda aktivis mahasiswa, rajin turun ke jalan dan lantang meneriakkan anti kemapanan, yang pulang bersimpuh ke kaki ibunda yang makin renta, yang tak suka anaknya berambut gondrong dan tak kunjung diwisuda?

Monday, November 15, 2004

::: Re: ritual klise di Idul Poetry


Ini adalah posting saya SETAHUN yang lalu, ke sebuah milis yang bener-bener gak-penting:

hari-hari ini, semua orang berlomba-lomba jadi PENYAIR. di SMS, e-mail, kartu lebaran, blog, dsb. MET IDUL FITRI, MET IDUL POETRY! mari rayakan lahan subur berpuisi ini! sugeng riyadi. skor kita kombali 0-0. merdeka!
-B.B. Badu, 1 Syawal

Itu Lebaran tahun lalu. Tahun ini? Tak banyak berubah. Mirip-mirip. Jadi? Inbox SMS di HP tetap saja penuh. Sebenarnya saya agak malas membalas SMS-SMS itu. Tapi demi menjaga pergaulan sosial, dan tetap praktis, saya akhirnya memilih sebuah taktik kuno yang tidak orisinil. SMS Lebaran saya berbunyi sama ke semua nomor:

Aduuh makasih lho ucapannya. Sama-sama yaa. Saya juga mohon maaf lahir batin. Makasih makasih! :)
Nah, praktis kan? Begitu ada SMS Lebaran masuk, saya tinggal reply dengan teks itu. Cepat dan mudah. Semua senang. Pergaulan sosial tetap terjaga ;P Tapi kadang saya iseng juga: beberapa teman yang tidak/belum mengirim SMS Lebaran, saya kirimi SMS itu. Jadinya mereka malah merasa nggak enak, seolah tersindir karena belum mengirim ucapan, lalu buru-buru mengetik SMS ke saya. Mungkin gara-gara itu, SMS Lebaran yang masuk malah jadi JAUH LEBIH BANYAK dari tahun lalu! Waduh! Ternyata taktik saya keliru.. Well, semoga Lebaran tahun depan siasat saya lebih jitu lagi. Eh, Lebaran tahun depan? Itu jika Yang Di Atas masih ngasih umur panjang...

Tuesday, November 09, 2004

::: happy birthday to you


"selamat ulang tahun bagi seseorang yang merayakannya pada hari ini. semoga damai selalu, sebab ketika kau tepat berusia 9 tahun, Tembok Berlin dirubuhkan."

wish you all the best, pal.


salaam,
[Brotherhood of Badu]

Saturday, November 06, 2004

::: dr. strangebore (atawa bosan, bosan, bosan...)


... ... ...

41. Be8+ Rd5 42. Bxe2 Bxe2 43. Bg7 Be5 44. Bb7 c4 45. Bxb6 Be2 46. f4 Be3+ 47. Rf2 gxf4 48. Bb8 Bb3 49. b6 Re4 50. Be8+ Rd3 51. Be2 d5 52. Rf3 d4 53. g5 c3 54. bxc3 dxc3 55. Bg2 Bb2 56. b7 Bxb7 57. Rxf4 Bb2 58. Bg1 c2 59. Bc1 Bb1 60. Bxc2 Rxc2 61. g6 Rd3 62. Rf5 Bb5+ 63. Rf6 Bb6+ 64. Rf7 Bxg6 65. Rxg6 1/2-1/2


[cuplikan partai ke-13, Peter Leko (putih/Elo 2.741) vs. Vladimir Kramnik (hitam/Elo 2.764), di Brissago, Switzerland, 16 Oktober 2004, yang berakhir remis.]

Bosan adalah penyakit klise, yang sialnya, sering sekali kambuh. Setiap kali dia datang, saya lari ke Timbuktu, lalu main catur dengan Donal. Padahal, catur pun tak kalah membosankan, kecuali jika kau bercatur melawan Maut (*). Kemudian datanglah H.J. Byron dengan kata-kata andalannya: “Hey, life’s too short for chess...” (**) Waduh. Saya dan Donal langsung setel telinga budeg. Tapi Byron—yang mungkin juga lagi jeprut ama pentas dramanya—tidak peduli dan terus saja nyerocos, “Wooy, it’s just foolish expedient for making idle people believe they are doing something very clever, when they are only wasting their time!” (***) Saya pikir jika si jenius Kasparov dan/atau mas Utut Adianto kita dan/atau dik Leko dari Hongaria dan/atau bahkan seluruh bapak-bapak di Pos Ronda di seluruh dunia mendengar ini, mereka akan serempak mengejar Byron dan menggebukinya. [“Tapi Byron kan sudah lama mati, Bud!” ujar Badu pamaeh. Sialan.]

Bosan adalah penyakit klise, tapi yang namanya kehidupan ini memang klise—begitu kira-kira pendapat seorang
teman menasehati saya. Baiiiik. Kata nenek di kampung juga, “Inget Cu, only boring people get bored.” Nenek Bebek memang amat sangat perhatian: di sela-sela kesibukannya merajut, beliau selalu menyempatkan untuk mengirim kartu pos ke Timbuktu, sambil berharap saya tetap semangat untuk belajar menulis.

Saya jadi berpikir, jangan-jangan saya ini tidak hanya "bosan", tapi juga "membosankan". Meminjam kata-kata dari seorang
kawan
, saya mau bilang ini ke sidang pembaca yang terhormat: "Teman-teman semua, yang kenal saya maupun yang “kenal” saya… please tabahlah. Saya ini memang monoton."

Selamat berakhir pekan, semoga weekend Anda tidak membosankan... :)


* * *

Posting nggak mutu ini semula hendak berjudul “dr. strangebore, or how badu learns to stop escaping and love the blog”. Tapi saya pikir repetisi adalah sebentuk cacat kreativitas.

(*) Di film Seventh Seal (Det Sjunde inseglet) [Ingmar Bergman, Sweden, 1957], seorang ksatria bermain catur melawan Maut. The knight is challenged by Death ("I have been at your side for a long time..."). He offers Death a bargain: they will play chess for the knight's soul. The game continues during the entire film. Sebuah film yang sangat menarik tentang misteri kehidupan dan eksistensi Tuhan.

(**) Saya ambil dari "Our Boys" (1875) act I, a play by H.J. Byron, a British dramatist (1834-1884).

(***) Sebenarnya ini dari dramawan Irlandia George Bernard Shaw, saya cuplik dari
"The Irrational Knot" (1880). Dengan semena-mena saya modifikasi seolah-olah itu kata-kata Byron. Maaf untuk Mbah Shaw yang terhormat. Peace atuh Mbah! [Harusnya Anda yang digebuki para GM itu.]




Wednesday, November 03, 2004

::: musik, film, dkk.


well the music is your special friend
dance on fire as it intends
music is your only friend
until the end, until the end , until the end!

("When The Music's Over".
The Doors. 1967)

Tadi malam di Global TV jam 23.00 ditayangkan siaran ulang acara penghargaan "MTV Indonesian Movie Award 2004". Aiih, ada Mas Boy gitu loooh.. Rumpi deh!

Untuk kategori Best Theme Song, pemenangnya adalah lagu "Mengejar Matahari" oleh Ari Lasso (film Mengejar Matahari, Rudy Soedjarwo, 2004). Lagu ini berhasil mengungguli nominee lainnya.

Ini adalah catatan ringan saya setahun yang lalu, sekitar Desember 2003, perihal musik di beberapa film Indonesia waktu itu:

>> Menonton Film, Mendengar Musik...

Pada tahun 1952, penyanyi country Tex Ritter bernyanyi di tiga menit pertama film High Noon, sebuah film koboi terkenal: “Do not forsake me o my darlin’, on this our wedding day…” Lirik yang sedikit cengeng, tapi mari kita dengar beberapa baris berikutnya: “…although you're grievin', I can't be leavin', until I shoot Frank Miller…” Ada pretensi heroik, sebab ini memang film Western: ada jagoan, kuda, bandit, dan baku tembak.

.... Selengkapnya ada di sini.


Tuesday, November 02, 2004

::: nighttravellernighttraveller

...
Wer reitet so spät durch Nacht und Wind?
Er ist der Vater mit seinem Kind
-GOETHE
* * *

Monday, November 01, 2004

::: the fahkkin wor(l)d of 'barangkali' is yOur fetish!


Barangkali telah kuseka namamu
dengan sol sepatu
Seperti dalam perang yang lalu
Kauseka namaku

Barangkali kau telah menyeka bukan namaku
Barangkali aku telah menyeka bukan namamu
Barangkali kita malah tak pernah di sini
Hanya hutan, jauh di selatan, hujan pagi

(GM. 1973)

You don’t know me, Jack. Let me quote line(s) from the worst movie ever, “I don't think there's one word that can describe a man's life.”

YOU just don't know me, Jack. We're all Tom Ripley.