::: bak bik book!
current movie: Who’s Afraid of Virginia Woolf?. (Mike Nichols, 1966.)
current music: “Cancion Mixteca”. (Ry Cooder, 1984)
Di majalah TIME lawas entah punya siapa, edisi November 1983, pada halaman sekian Badu menemukan petilan tulisan Orwell—ya, tentu saja maksudnya George Orwell, siapa lagi?—sebagai berikut:
Waah, apakah memang seperti itu? "Demon"? Waduh. "A baby squall for attention"? Hahaha. Benar, gitu? Entahlah. Jangan tanya saya, sebab saya belum pernah menulis buku. "Hah, jangankan nulis buku, Bud, ngupdate blog aja elu susah," begitu Badu selalu mengejek saya. Well, dalam hal ini saya harus mengaku kalah dari Badu. Saya jarang posting di blog ini. Jarang ngupdate. Jarang menyapa pembaca ["Emang ada yang baca?"]. Pokoknya jarang semuanya. Bahkan untuk urusan rukun tetangga, Badu yang turun tangan. Dia yang gentayangan mengintip blog-blog tetangga—istilah gagahnya: blogwalking—sambil ninggalin komen gak penting dan sapaan-sapaan "sing penting ngabsen" ala ABS [Asal Badu Sapa]. Nah, apalagi soal menulis buku. Saya kalah telak. Badu sudah pernah menerbitkan sendiri bukunya. Sejauh ini baru dua judul, memang. Tapi dua-duanya, katanya, national best-seller. Katanya resensinya muncul dimana-mana. Katanya lagi, cetak ulang berkali-kali. Sempet ganti desain cover segala.“All writers are vain, selfish, and lazy, and at the very bottom of their motives there lies a mystery. Writing a book is a horrible, exhausting struggle, like a long bout of some painful illness. One would never undertake such a thing if one were not driven on by some demon whom one can neither resist nor understand. For all one knows that demon is simply the same instinct that makes a baby squall for attention. And yet it is also true that one can write nothing readable unless one constantly struggles to efface one’s own personality. Good prose is like windowpane.”[taken from Why I Write, by George Orwell, 1947]
"Aku hanya menulis tentang hal-hal yang aku suka saja," kata Badu sok cool, di sebuah wawancara radio atau acara launching buku. Padahal saya tahu betul, kesukaan Badu adalah pada hal-hal gak penting, gak mutu. Dan memang benar: buku pertamanya adalah buku saku tentang "tips-membuat-..." Yeah, buku-buku "how to..." gitu deh. Kata Badu, di jaman yang makin cepat, serba instan, dan terburu-buru seperti sekarang ini, khalayak lebih suka buku yang praktis-praktis.
Sementara buku keduanya, maunya lebih serius dan mendalam, yakni kajian atas sebuah genre film yang cukup populer, malah sempat dilarang beredar oleh pemerintah setempat. Alasannya: berpotensi merusak moral bangsa. Padahal maksudnya studi akademis berbau-bau riset ilmiah. "Masyarakat ternyata belum siap dengan pemikiran-pemikiran berani…" begitu Badu selalu berkomentar atas pemberangusan karyanya. Saya pura-pura nggak denger.
Dua buku itu, sayangnya, cuma terbit di Negeri Dongeng. Tapi kalo ada yang berminat, bisa nitip ke Bada. [Jangan ke Badu, nanti dia makin besar kepala! "Besar kepala daripada tiang," kata pepatah yang sudah direvisi.] Ya, ke Bada aja. Kebetulan, akhir bulan ini dia pulang ke Timbuktu, setelah berbulan-bulan backpacking ke Negeri Dongeng. Nah, siapa mau nitip? Judul dua buku itu: How to Make Your Own Kapak Perimbas; dan Analisis Struktur 3 Babak pada Skenario Film Bokep.
Jujur saja, saya males jika harus membuat review-nya.
* * *